Perpisahan Termanis
Pagi
itu kicauan burung terdengar merdu, sebelumnya aku mempunyai pacar dari waktu
menginjak SMA hingga berada di bangku kuliah, setelah lulus SMA kami terpisah
kami melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi
dan kota yang berbeda. Hari terus berganti, waktu terus berputar, roda
kehidupan terus berjalan, kami masih berhubungan selayaknya anak remaja yang
sedang dimasbuk cinta, sering bertelfon-telfoan dan chattingan setiap harinya,
dan itu selalu membuat hubungan kami berwarna. Dia juga melakukan aktivitas
sama sepertiku, hubungan kami berjalan 2 tahun dari waktu SMA hingga kami
menginjak kuliah. Entah apa yang terjadi, hubungan kami mulai renggang ketika
kami berjauhan, kami sering bertengkar, sering menyalahkan satu sama lain,
sering berdebat dan selalu mementingkan ego masing-masing.
Suatu
hari, hujan deras angin lebat mewarnai suasana kamarku dan pada saat itu hp dia
tidak aktif, dan sulit dihubungi, entah perasaan apa yang sedang merasuki
otakku, setiap hari aku selalu dibuatnya marah,jengkel, dan selalu menuduh
sesuatu yang belum jelas terjadi, jam berganti menit, menit berganti detik,
banyak kejadian dan masalah yang setiap harinya terjadi ketika kami LDR.
“Aku harus pergi meninggalkan kota ini,” ucap
Adi memulai pembicaraan.
“Tekadmu sudah bulat untuk melanjutkan sekolah di sana?” ujarku.
“Tekadmu sudah bulat untuk melanjutkan sekolah di sana?” ujarku.
Adi
hanya mengangguk perlahan. Matanya menerawang jauh ke arah matahari yang mulai
terbenam. Suasana sore hari itu membuat hatinya yang kacau sedikit tenang. Adi
sudah diterima di universitas yang telah lama dia impikan. Namun masalah yang
harus dihadapinya adalah aku dan Adi akan terpisahkan oleh jarak dan waktu. Surabaya
bukanlah kota yang mampu ditempuh hanya dengan satu jam perjalanan dari Bojonegoro.
“Jadi keputusanmu bagaimana? Kau akan mengakhiri hubungan ini begitu saja?” lanjutnya.
“Jika kau mau bertahan dengan jarak dan waktu yang memisahan kita, aku pun tidak masalah,” jawab Adi.
“Jadi keputusanmu bagaimana? Kau akan mengakhiri hubungan ini begitu saja?” lanjutnya.
“Jika kau mau bertahan dengan jarak dan waktu yang memisahan kita, aku pun tidak masalah,” jawab Adi.
“Kau mau kita
menjalani LDR?” ujarku dengan suara lirih.
“Iya. Tapi apa
kau bisa?” tanya Adi balik.
“Aku akan berusaha
dan tetap menjaga hatiku sampai kau kembali,” ucapku dengan tersenyum melihatku.
“Kau janji?”
ujarku dengan mata berkaca-kaca.
“Tentu saja,”
ujar Adi menggengam erat jemariku. Dia seperti tidak ingin mengakhiri hubungan
kami.
Malam hari ketika Adi sudah berada di kota dimana
dia sedang menimba ilmu.
“Hai, Sayang lagi apa?” Sms Adi mengudara di hpku.
“Hai, Sayang lagi apa?” Sms Adi mengudara di hpku.
“Cari referensi tentang tugasku,” jawabku
singkat.
“Bisa aku bantu? Sepertinya kau kesulitan,” ujar
Adi.
“Tak usah” ucapku ketus.
“Marah ya? Oke dah maaf. Aku pergi tidur dulu ya.
Bye,” ujar Adi mengakhiri sms nya.
“Baiklah, aku tau kau tidak suka LDR dengannya
tapi aku rasa dia sangat sayang padamu,” ujar Ifa. Ifa merupakan sahabatku
sejak SMP hingga kami duduk dibangku kuliah.
“Sudahlah, berhenti ngomongin dia,”
“Sudahlah, berhenti ngomongin dia,”
“Kau tahu
tidak, waktu aku lagi di jalan kemarin aku melihat Adi sedang boncengan bersama mantannya,” tutur Ifa.
“Mantan? Maksudmu Tasya?” ujar ku dengan wajah
kaget.
“Iya, apa Adi tidak bercerita padamu?”
Aku menggeleng. Aku merasa khawatir jika Adi
sudah melupakan janjinya untuk saling menjaga perasaan. Namun ak mencoba untuk
berpikir positif. Mungkin Adi sedang ada tugas dari kampus yang harus
dikerjakan berdua.
Aku tiba-tiba teringat dengan Adi dan berniat
untuk menelfonnya untuk menjelaskan sebenarnya apa yang sudah terjadi antara
dia dan Tasya.
“Kau sedang menelfon Adi?” Ujar Ifa.
Aku mengangguk dan terus sibuk mengetik sms yang
akan ku kirim ke Adi menuduhnya seakan-akan dia selingkuh dibelakangku.
“Tidak, aku akan lebih berkonsentrasi pada kuliahku.
Mungkin kamu terlalu berfikir negatif tentang aku. Aku tidak ingin menyakitimu
dan aku pun tidak ingin bersedih saat kau berada jauh dariku,” jawabnya lirih.
“Aku juga belum tentu akan kembali pada Tasya,”
ucap Adi.
“Aku tak semudah itu percaya dengan semua
kata-katamu, lebih baik kita berteman seperti awal kita bertemu”
Pembicaraan ku pun terhenti. Pikiranku dan Adi
berkecamuk sendiri di dalam benak masing-masing. Suasana rintikan hujan membuat
kebimbangan diantara kami. Dengan perasaan tak menentu, Adi tak berbicara
sedikitpun,lalu mematikan telfonnya. Demikian juga denganku.
Saat mengakhiri pembicaraan di telepon, Aku hanya menyesali keputusanku. Aku mungkin tidak dapat bertemu lagi dengan sosok pemuda seperti Adi. Namun, inilah keputusan yang telah ku ambil demi kebaikan di antara kami.
Saat mengakhiri pembicaraan di telepon, Aku hanya menyesali keputusanku. Aku mungkin tidak dapat bertemu lagi dengan sosok pemuda seperti Adi. Namun, inilah keputusan yang telah ku ambil demi kebaikan di antara kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar